Rabu, 01 Mei 2013
Hai minna! Di lanjut ya *Ingin cepat selesain* Soalnya ada 3 cerbungku yang belum selesai *Meriksa Ms. word*. Dan sepertinya cerita ini bakal happy ending, karena di mimpiku unhappy ending. Kan gak seru gitu kalau unhappy ending.
----------------------------------------------------------
Normal POV
Rin masih menangis seraya memeluk Gumi. Tak ada yang bisa mereka lakukan, bahkan Kaito sekali pun. Mereka hanya bisa memandang Rin sedih, sedangkan Rin masih menangis. Mereka menyuruh Rin pergi tidur. Dan Rin terlihat begitu lelap.
Mata Rin sembab, dia hanya ingin di temani oleh Gumi. Luka, Meiko dan Kaito berdiam di ruang makan. Cuaca di luar juga tidak terlalu bagus, sepertinya badai akan datang. Kilat sudah terlihat, diiringi suara gemuruh hebat. Luka memegangi cangkir kopinya dengan erat, sehingga ia bisa memecahkan cangkir tersebut. Kaito memandang keluar jendela, menyaksikan petir yang menyambar-nyambar.
"Apa yang harus kita lakukan, Len tidak membiarkan kita menderita, tapi apa kita akan membiarkan dia menderita? Aku juga kasihan dengan Rin," ujar Luka.
Meiko memandangnya dengan keputus asaan. "Aku tidak tau," ujar Meiko.
"Sampai seminggu, jika pihak kerajaan tidak segera mengeluarkan pengumuman hukuman mati, itu artinya Len akan menjadi budaknya," ujar Luka khawatir.
"Aku tau, aku mencemaskan hal itu," kata Kaito tiba-tiba.
Sekali lagi sunyi diantara mereka, namun sesosok perempuan berlari ke arah mereka. Gumi memandang mereka cemas. Suara gemuruh bertambah besar. Angin juga cukup kencang. Mereka merasakan firasat buruk dan itu benar.
"Rin, dia menghilang!" teriak Gumi.
"Bagaimana bisa?" tanya Kaito.
"Dia bilang, dia akan pergi ke toilet, tapi setelah kutunggu sampai 10 menit dia tidak kunjung keluar, makanya aku membuka toilet dan tidak ada siapapun!" ujar Gumi. Semuanya panik.
"Ayo kita cari dia, badai akan segera datang!" kata Luka.
Mereka mengambil mantel mereka masing-masing dan keluar selagi masih pra-badai(?) dan mulai berpencar menjadi 2 kelompok. Meiko bersama Luka sedangkan Gumi bersama Kaito.
Rin POV
Aku takut! Sungguh! Aku tidak tau hari ini akan ada badai. Tapi aku harus berenang melewati danau itu agar bisa menyusup ke penjara bawah tanah dan membebaskan Len. Aku mencengkram mentel bulu coklatku dengan penuh keragu-raguan. Suara gemuruh makin terdengar menggelegar. Aku segera melepas mantelku dan melompat ke dalam danau.
Aku sangat bersyukur, karena aku bisa berenang. Aku berdoa, semoga saja petir tak menyambar ke danau, karena ada banyak mahluk hidup di sini, termasuk aku. Hujan turun lebat dan angin begitu kencang. Setelah sampai ke tepian, aku tidak bisa menahan dingin. Badanku basah kuyup dan aku segera membuka fentilasi yang menuju bawah tanah dengan cepat.
Aku melirik ke arah sana-sini dengan cekatan, kalau-kalau ada seorang penjaga di sini. Aku mendengar suara teriakan seseorang, dia Len. Aku segera diam di balik tembok dan melihat Len dengan pundak penuh darah dan pipi yang memar. Dia memeluk seorang anak perempuan dan menutupi anak itu dengan tubuhnya.
"Ibu! Aku takut!" teriak anak perempuan itu.
"Menyingkir sampah!" ujar seorang pengawal seraya meinjak-injak tubuh Len.
"Tidak akan! Lihat! Anak ini masih terlalu kecil!" teriak Len. Dia mendapat pecutan dan aku hanya bisa terbelalak melihatnya.
"Dasar sampah! Budak sampah!" teriak pengawal itu yang lalu memecut Len beberapa kali lalu pergi.
Aku segera menghampiri Len yang kesadarannya hampir habis.
"Len! Bangun!" teriakku.
Len tersenyum. "Tenang Rin, nanti ketahuan."
"Len! Ayo kita pulang!" kataku namun kesadaran Len hilang sepenuhnya.
Anak perempuan tadi bingung melihatku yang terus menangis.
"Lihat! Ada jejak kaki yang terbuat dari air!" teriak seorang pengawal. Dengan cepat, aku menghilang dari situ. Tapi ... Len ...
Bersambung
~*GUMI*~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar